Mengenal Retensi Plasenta pada Sapi
Retensi plasenta adalah kondisi pada sapi di mana plasenta tidak keluar dalam waktu 12–24 jam setelah melahirkan. Masalah ini sering terjadi di peternakan sapi perah maupun sapi potong, terutama pada sapi yang mengalami gangguan metabolik atau infeksi. Retensi plasenta dapat memengaruhi kesehatan sapi, menurunkan produktivitas, dan menyebabkan kerugian ekonomi bagi peternak.
Penyebab dan Dampak:
Kondisi ini disebabkan oleh faktor seperti infeksi bakteri, defisiensi nutrisi (misalnya vitamin E atau selenium), dan manajemen kelahiran yang kurang baik. Dampaknya meliputi risiko infeksi uterus (metritis), gangguan reproduksi, dan penurunan produksi susu. Jika tidak ditangani, retensi plasenta dapat mengancam kesejahteraan sapi dan meningkatkan biaya perawatan.
Pencegahan dan Penanganan:
Pencegahan retensi plasenta dilakukan melalui pemberian nutrisi yang cukup, manajemen kelahiran yang higienis, dan pemantauan sapi selama masa peripartum. Penanganan melibatkan pengobatan antibiotik untuk mencegah infeksi, serta, bila perlu, pengangkatan plasenta secara manual oleh tenaga ahli.
Relevansi dengan SDGs:
- SDG 2 (Mengakhiri Kelaparan): Penanganan retensi plasenta membantu menjaga produktivitas sapi, sehingga mendukung ketahanan pangan.
- SDG 3 (Kesehatan dan Kesejahteraan): Memastikan kesehatan hewan ternak meningkatkan kesejahteraan hewan dan keberlanjutan produksi.
- SDG 12 (Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab): Pencegahan retensi plasenta mengurangi limbah sumber daya di peternakan.
Dengan memahami dan mengelola retensi plasenta secara tepat, peternak dapat meningkatkan efisiensi produksi sekaligus mendukung pencapaian SDGs untuk keberlanjutan sektor peternakan.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!